Sains
secara etimologi diambil dari bahasa Inggris science yang artinya
pengetahuan sedangkan secara terminologi Sains adalah Himpunan pengetahuan
manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses pengkajian secara empirik dan
dapat diterima oleh rasio. Dalam English Oxford Dictionary Sains
didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang mengkaji sekumpulan pernyataan
yang terbukti atau dengan fakta-fakta yang ditinjau dan disusun bersistem dan
dihimpun dalam bentuk hukum-hukum umum, dan ia kaidah-kaidah yang dapat
diyakini untuk menghasilkan kebenaran baru di dalam lapangan sendiri. Adapun
teknologi adalah penerapan konsep ilmiah yang tidak hanya bertujuan menjelaskan
gejala-gejala alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman, namun lebih jauh lagi
bertujuan memanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam gejala-gejala tersebut,
untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi. Jadi, teknologi di sini
berfungsi sebagai sarana memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia.
Dari
kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa antara sains dan teknologi
memiliki keterkaitan yang sangat erat juga mempunyai peran dan fungsi yang
sama. Keterkaitan antara sains dan teknologi adalah keberadaan teknologi
merupakan aplikasi seluruh konsep yang terdapat di dalam sains. Adapun dalam
hal peran dan fungsinya, sains dan teknologi sama-sama sebagai sarana (tools)
untuk menggali sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia di
dunia.
A.
Motivasi Agama Terhadap Pemberdayaan Akal
Islam
tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern.Justru Islam sangat
mendukung umatnya untuk melakukan research dan bereksperimentasi dalam hal
apapun, termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam sains dan teknologi adalah
termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat
Allah yang tersebar di alam semesta ini, dianugerahkan kepada manusia sebagai
khalifah di muka bumi untuk dikelolah dan dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Islam
sangat menganjurkan kepada umat manusia untuk senantiasa memberdayakan rasionya
(i’mal al-aql) guna memikirkan dan merenungkan ciptaan-ciptaan
Allah Swt yang ada di alam semesta. Ayat al-Quran pertama kali turun adalah
surat al-‘Alaq ayat 1-5. Pada ayat tersebut Allah memerintahkan kepada
Nabi Muhammad SAW untuk membaca yang selanjutnya harus dilakukan oleh
umatnya. Perintah tersebut mengandung arti agar umat Islam melakukan pengkajian
(tadabbur), penalaran (i’mal al-‘aql), pengamatan secara empiris
(ibshar),memahami (tafaqquh), berpikir (tafakkur), dan
perenungan dan kontemplasi (tadzakkur). Keenam langkah tersebut adalah
interpretasi dari kata Iqra’ yang terdapat dalam al-Quran surat al-‘Alaq
ayat pertama.Dengan melakukan pengamatan secara empiris di lapangan, maka
akan lahir ilmu pengetahuan yang positif, yaitu pengetahuan tentang realitas
obyektif (ayatun bayyinah) yang menimbulkan ilmu-ilmu baru seperti ilmu
fisika, ilmu biologi, ilmu kimia, ilmu astronomi dan ilmu-ilmu lainnya yang
sekarang telah tersebar dan berkembang di muka bumi.
B. Membangun Paradigma Sains Islam
Keberhasilan sains Barat dalam memajukan
ilmu pengetahuan, ternyata tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh
manusia secara keseluruhan. Apa yang telah dilakukan saintis Barat,
sesungguhnya bukan sekedar membangun kemajuan teknologi yang dibanggakan. Lebih
dari pada itu, para saintis Barat telah mengantarkan kehidupan manusia pada gerbang
kehancuran, karena dari pencapaian tersebut kehidupan manusia semakin mengalami
malapetaka yang tidak terbantahkan.
Pada tataran yang lebih luas, sebagian
saintis sudah ada yang mulai terbongkar epistemologinya. Sebagai sebuah contoh
dapat kita lihat dari tokoh semisal Richard Tarnas dan Thomas S. Khun. Richard
Tarnas menyatakan bahwa sains Barat saat ini sedang memasuki “krisis global”
sebuah krisis yang multidimensional yang mengakibatkan kehidupan manusia
semakin terpuruk. Sains memang telah berhasil membantu manusia dalam
mensejahterakan hidup, akan tetapi akibat yang ditimbulkan jauh lebih parah
dibandingkan dengan kemajuannya.Menurut konsep kaidah fiqih Islam:
“Mencegah
kerusakan dari sesuatu harus lebih didahulukan dari pada menarik manfaat dari sesuatu
tersebut”.
Melihat
kondisi demikian, saintis Islam tidak perlu mencontoh apa yang telah
diraih oleh santis Barat.Mengingat paradigma yang dibangun dalam sains Barat
tidak berbasiskan pada nilai dan etika.
Sains Islam sebagaimana dibuktikan dari
sejarahnya, jelas berusaha untuk menjunjung dan mengembangkan nilai-nilai dari
pandangan dunianya dan peradaban Islam, tidak seperti sains barat yang berusaha
mengesampingkan semua masalah yang menyangkut nilai-nilai.Ciri yang unik dari
sains Islam berasal dari penekanannya akan kesatuan agama dengan sains,
pengetahuan dengan nilai-nilai, fisika dengan metafisika. Penekanannya pada
keragaman metode dan penggunaan sarana-sarana yang benar untuk meraih cita-cita
yang benar itulah yang memberikan gaya yang khas pada sains Islam, dan
keharmonisan menjadi ciri utamanya.
Menurut konsep Islam sains dan teknologi
harus berorientasi pada nilai-nilai berikut :
1. Sumber
ilmu adalah Allah, manusia hanya diberikan sedikit saja dari ilmuNya. Quran
surat al-kahfi:109. Quran surat al-Isra’: 85
2. Ilmu
pengetahuan dipergunakan sebagai sarana (tools) untuk menyempurnkan ibadah
kepada Allah, karena tujuan Allah menciptakan jindan manusia adalah untuk
beribadah kepadanya. QS. Adzariyat : 56
3. Alam
semesta beserta isinya hak milik mutlak Allah Swt. QS. Thaha: 6
4. Alam
semesta beserta isinya merupakan nikmat Allah Swt. Yang dianugerahkan kepada
umat manusia. QS.Luqman:20
5. Alam
yang dikaruniakan Allah Swt. harus dinikmati dan dimanfaatkan dengan tidak
melampaui batas-batas ketentuan-Nya. QS. Al-A’raf : 31.
6. Ilmu
pengetahuan dan teknologi yang digunakan tidak boleh menimbulkan kerusakan
(mafsadah) apalagi mengancam kehidupan manusia. QS.Al-Ankabut: 36.
7. Ilmu
pengetahuan dan teknologi dipergunakan untuk mndapatkan kebahagiaan hidup dunia
dan akhirat. QS. Al-Baqarah: 201.
C.
Konstribusi Islam Dalam Bidang Sains Dan Teknologi
Salah
satu sumbangsih Islam yang sangat besar bagi dunia modern sekarang, adalah
mewariskan sejumlah teori tentang alam semesta dan cara-cara mengaplikasikan
pengetahuan tentangnya. Sarjana-sarjana Muslim pada sekitar abad 9 – 13 M
telah banyak mencontohkan dan mengujicobakan hubungan ilmu pengetahuan (sains)
dengan cara penerapannya (teknologi).
Mereka
bukan hanya ditopang oleh pengetahuan dan pengalamannya, tetapi juga anugerah yang
melimpah dengan mendapat fasilitas dari pemerintahan, terutama pada masa-masa
kejayaan Abbasiyah di Baghdad. Sebelum melahirkan teknologi, pengembangan sains
lebih dahulu mereka peroleh, bukan hanya dari hasil-hasil temuan mereka
sendiri, tetapi juga mereka peroleh dari sejumlah sumber yang berasal bukan
hanya dari dalam doktrin Islam saja.Kebanyakan pengetahuan tentang hukum-hukum
alam, ilmu ukur dan matematika, fisika dan geometrika sampai ilmu gaya dan
berat mengenai macam-macam benda, mereka peroleh dari warisan Yunani, Persia,
India dan Mesir. Pengetahuan sains ini mereka kuasai terlebih dahulu sebelum
mengembangkan teknologi. Karena ilmu-ilmu tersebut adalah sebagai dasar-dasar
bagi pengembangan teknologi.
Beberapa
contoh sains dan teknologi Islam, yang berkait erat dengan warisan Hellenisme
Yunani adalah filsafat, astronomi, fisika, geometrika, kimia, pertambangan,
matematika, kedokteran, pertanian dan lain sebagainya. Dalam bidang matematika
kontribusi Islam telah mengenalkan sistem bilangan India, dengan mengenalkan
bilangan baru nol (0) dengan sebuah titik (.).Hal ini telah mempermudah bagi
proses penghitungan berikutnya, sekalipun dengan jumlah kelipatan yang sangat
panjang. Penulis bilangan pertama adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizm (w.875),
selanjutnya Abul Hasan al-Uqdisy (w.953), Umar Khayyam (w.1131). Sedangkan
dalam bidang astronomi pengaruh Babilonia dan India sangat terasa, apalagi
sejak diterjemahkan risalah India, Siddhanta ilmu perbintangan para raja
sejak tahun 711M di Baghdad. Abu Ma’syar al-Falaky al-Balkhy merupakan salah
satu tokoh yang paling terkenal dalam membuat ramalan-ramalan perbintangan,
karyanya , Kitab al-Uluf.
Adapun
dalam bidang fisika yang paling menonjol adalah mengenai teori optic yang
dikembangkan oleh Ibn al-Haitsam dalam karyanya “Kitab al-Manadzir”,
al-Khaziny (w. 1040 M) juga mengurai tentang gaya grafitasi spesifik dalam
karyanya “Kitab Mizan al-Hikmah” Pengobatan dalam Islam mereka dapatkan
banyak dari Persia, Mesopotamia, India dan lainnya. Muhammad Ibn Zakaria
Ar-Razi (865-925 M) telah menggunakan alat-alat khusus untuk melakukan
proses-proses yang lazim dilakukan oleh ahli kimia, misalnya distilasi,
kristalisasi, kalsinasi, dan sebagainya.
Di
dunia Barat, Ar-Razi juga dikenal sebagai ahli di bidang ilmu kedokteran, sama
halnya dengan Ibnu Sina, sehingga gambaran kedua ilmuwan Muslim ini dapat
menghiasi Fakultas Kedokteran Universitas Paris. Ia juga dianggap sebagai orang
yang menemukan benang fontanel (yang dipakai dalam ilmu bedah).
Buku-bukunya yang beredar di Barat lebih popular dengan nama “Razes”.
Ibnu
Sina selain dikenal sebagai seorang filosof , dikenal juga sebagai ilmuwan
dalam bidang kedokteran. Karya ilmiahnya di Barat dikenal dengan istilah Canun,
menjadi buku teks standar ilmu kedokteran di berbagai Universitas baik di dunia
Islam atau di dunia Barat (Non Islam). Di Barat, ia lebih dikenal sebagai
politikus dan dokter. Ilmu politik sudah diperkenalkan oleh ayahnya sejak ia
masih kecil, sedangkan ilmu kedokteran ia pelajari hanya dalam tempo 18 bulan,
kemudian ia perdalam sendiri secara otodidak. Di antara karya-karyanya yang
popular adalah ; Al-Syifa’, Al-Hikmah Al-Masyriqiyah, Al-Qanun (Canun of
Medicine).
Ibn
Khaldun nama lengkapnya Waliyuddin Abdurrahman Ibn Khaldun Al-Hamdhami dari
Tunisia. Dia dikenal sebagai ilmuwan Muslim dalam bidang sosiologi, sejarah,
dan filsafat. Dunia Barat mengakuinya sebagai perintis ilmu dan pakar di bidang
sosiologi modern.Bukunya yang berjudul “Muqaddimah”, merupakan bagian
dari karyanya yang terbesar.
Masih
banyak penemu dan pakar di bidang sains dan teknologi yang hidup di dunia
Islam, meskipun dalam sejarahnya mengalami tarik menarik dengan para ilmuwan
Barat, baik yang hidup sebelumnya, semasanya, ataupun sesudahnya.
Walaupun
demikian, sesungguhnya setiap individu muslim dituntut, bahkan diwajibkan untuk
memahami dan menjelaskan kebenaran yang terkandung dalam al-Quran, baik dalam
pernyataan maupun penyangkalan yang terdapat dalam ayat-ayat al-Quran yang
sistematik, holistik, dan integralistik. Hal ini bertujuan antara lain untuk
menyatakan bahwa disamping sebagai kitab suci, Al-Quran juga sumber segala
ilmu, termasuk sains dan teknologi.
Untuk
melakukan hal itu tentu dibutuhkan suatu proses pemahaman dan penjelasan secara
ilmiah yang kilas baliknya akan berpengaruh terhadap proses trasformasi budaya
dalam Islam. (H. Fahrur Razi,S.Ag.,MHI)
Ilmu
dan teknologi adalah instrument yang penting untuk membangun orang-orang yang
beradab. Dengan ilmu yang dimiliki, Allah akan mengangkat derajat seorang
muslim. Ilmu dan tingkat kecerdasan manusia juga akan sangat menentukan tingkat
ekonomi seseorang.
Ilmu
dan iman adalah ibarat saudara kembar, tidak bisa dipisahkan sehingga dimanapun
dilakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka iman
harus senantiasa mengikuti. Terlebih lagi agama diturunkan tidak hanya untuk
urusan akherat belaka, tetapi juga untuk mengatur urusan manusia di dunia guna
meraih akherat.
Hal
ini dibuktikan dengan banyak terjadi perubahan besar berupa pencapaian luar
biasa di bidang sains dan teknologi sejak kedatangan Islam. Islam telah
mendorong geliat tradisi keilmuan di kalangan kaum muslim. Mereka menyerap ilmu
pengetahuan dari beragam sumber. Islam telah mendorong kaum muslim untuk
memperdalam urusan dunianya dengan nash yang jelas sebagaimana hadits
Rasulullah SAW tentang “antum a’lamu bi umuriddunya kum” (kamu lebih mengetahui
urusan duniamu). Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga sangat mendorong
penguasaan ilmu pengetahuan sampai ke negeri China, bahkan tawanan perang Badar
diberi kebebasan jika mampu mengajarkan membaca kepada sepuluh orang kaum
muslimin. Dampaknya adalah kemajuan dan kebangkitan penyebaran Islam telah
mendorong pula kemajuan dalam bidang sains dan teknologi bagi umat manusia.
Kerinduan
pada suasana kejayaan dan kebangkitan sains dan teknologi di era kejayaan
peradaban Islam tersebut telah memberikan dorongan kepada Jakarta Islamic
Centre untuk mengkreasikan seminar peradaban Islam dengan tema “Aktualisasi
nilai-nilai Keimanan dalam Islam di Dunia Sains dan Teknologi. Seminar yang
menghadirkan Dr. Ing Ilham Akbar Habibie, Presidium ICMI Pusat dan Prof. Dr.
Ing. Fahmi Amhar selaku penulis dan trainer Technoscience Spiritual Quotient
(TSQ). Seminar yang dilaksanakan di Hotel Grand Cempaka pada hari Kamis tanggal
30 Desember 2010 ini menjadi penutup tahun sekaligus penutup rangkaian kegiatan
Gema Hijrah 6 – 1432 H yang digagas Jakarta Islamic Centre sebagai persembahan
merefleksikan spirit hijrah menyongsong kebangkitan peradaban Islam.
Melalui
seminar ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran atau gagasan tentang
bagaimana mengembalikan kebangkitan peradaban Islam khususnya di bidang sains
dan teknologi. Karena saat ini dunia Islam seakan-akan kering dengan kemajuan
di bidang sains dan teknologi, terlebih di negara dengan jumlah kaum muslim
terbesar di dunia, Indonesia.
Ilham
Akbar Habibie, selaku pembicara pertama telah menyoroti bahwa Islam
sesungguhnya mampu dan punya peluang untuk menguasai kembali sains dan
teknologi. Menurutnya, Islam telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk
berpikir luas mengkreasikan beragam ide dan gagasan yang berkenanaan dengan
kehidupan manusia di dunia. Hanya tentu saja kebebasan dalam batas-batas
koridor Islam.
Pembicara
kedua, Fahmi Amhar menyebutnya bahwa penguasaan sains tanpa Islam akan
melahirkan penjajahan terhadap peradaban lain, tetapi Islam tanpa sains akan
cenderung senantiasa dijajah oleh peradaban lain. Namun integrasi sains
teknologi dan Islam akan membawa rahmat bagi semesta alam.
Kedua
narasumber juga sepakat bahwa kebangkitan peradaban Islam, khususnya di bidang
sains dan teknologi adalah sebuah keniscayaan. Indonesia pun memiliki peluang
untuk maju, karena potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
memadai. Menurut para ahli, saat ini Indonesia diduga memiliki sekitar 1,3 juta
anak-anak dengan kualitas yang luar biasa (CIBI=cerdas istimewa berbakat
istimewa). Jika potensi tersebut dimaksimalkan tentu akan menjadi modal awal
yang penting untuk menjadikan Indonesia sebagai adidaya baru dengan mengembangkan
kemajuan sains dan teknologi.
Pendidikan
menjadi kunci utama untuk mendorong kebangkitan penguasaan sains dan teknologi.
Namun sangat disayangkan saat ini minat berlajar kaum muslimin pada bidang
sains atau ilmu eksakta agak menurun sehingga berdampak pada ketertinggalan
kaum muslimin dibandingkan dengan peradaban barat.
Hanya
saja untuk menuju kebangkitan tersebut, Fahmi Amhar menyatakan bahwa paling
tidak ada tiga hal yang harus dilakukan yaitu, perlu dibangun sikap mental kaum
muslimin sendiri yang memang menginginkan kebangkitan tersebut. Selanjutnya
harus ada yang mengajak masyarakat agar memiliki energi panas yang sama untuk
bangkit. Terakhir, perlu adanya upaya mengontak pihak-pihak pengambil kebijakan
sehingga memperkuat arus kebangkitan tersebut.
Semoga
JIC dapat terlibat dan berperan aktif dalam upaya mengembalikan kebangkitan
peradaban Islam melalui sains dan teknologi yang dilandasi oleh nilai-nilai
keimanan/aqidah Islam. (Paimun
A. Karim, Bidang Informasi dan Komunikasi JIC)